Sesuatu yang sudah tidak lagi menjadi milik kita, terkadang terlihat lebih indah.

{Radio Galau FM –Film }


Penyesalan memang selalu di akhir. Mungkin umum perkataan itu, tapi siapapun tak pernah menampik bahwa mereka pernah merasakannya. Meski dalam kadar yang kecil, rasa penyesalan pasti hadir dalam benak siapa saja.

.

.
____________________________Sesal yang Terselip____________________________

Panca tak pernah merasa begitu sepi, saat berkumpul dengan teman-temannya. Meski Ia tak menampik, bahwa berkumpul dengan teman-temannya adalah salah satu dari momen yang terbaik yang pernah Ia rasakan dan Ia tak pernah merasa sendiri. Namun entah, mengapa sekarang seakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya dan membuat hatinya merasa kosong. Itu sungguh tak mengenakkan.

Panca secara tidak sadar memainkan Tab ditangannya, mecari-cari sesuatu dan tak memedulikan beberapa teman yang mengajaknya bercanda. Sampai akhirnya Ia tertegun. Tangannya, entah mengapa menunjukkan foto sosok perempuan itu lagi. Lagi dan entah sudah yang ke berapa untuk hari ini.

Panca mematikan Tab-nya, mendesah kesal. Hal itu mengundang beberapa perhatian teman-temannya, namun hanya beberapa detik dan semuanya kembali seperti semula, mereka kembali pada kesibukkan mereka masing-masing.

Panca memandang mereka semua, mendesah kesal lagi, Panca berlalu meninggalkan teman-temannya.

Tak ada yang bicara. Karena teman-temannya paham.

Panca sedang mengalami
masa-masa pasca-putus-pacaran.  


.

Lyra menatap wajah temannya dengan gamang. Temannya mengkhawatirkannya, Ia tahu persis itu. Tapi, Ia juga tidak tahu harus seperti apa hidup yang akan Ia jalani untuk kedepannya. Kembali seperti dulu –sudah tidak mungkin. Satu yang menjadi jalan satu-satunya. Move on.

Baiklah, Ia sudah memutuskan.

.

Panca hanya bisa memandangnya, kini. Senyum terukir diwajahnya, meski entah senyum dengan maksud apa. Rasa sesal menyelimuti hatinya. Dan Ia tak menampik itu. Dari awal semua ini adalah keputusan bersama, meski akhirnya Ia yang patut disalahkan. Dan kini, melihat Lyra tersenyum pada pemuda lain, harus diakuinya itu sedikit menyakitkan. Karena dulu, senyum dan tatapan memuja gadis itu hanya pada dirinya. Berbeda dengan sekarang.

Ah, gadis itu. Mengapa terlihat lebih indah sekarang? Batin Panca.

.

.

Lyra tahu, Panca memperhatikannya. Namun, seperti yang sebelumnya telah Ia putuskan, semua tidak akan pernah sama seperti dahulu. Keadaan telah menjadi seperti ini, mungkin bisa diperbaiki, namun tidak akan kembali seperti semula. Sama dengan dirinya dan Panca tidak akan menjadi sepasang kekasih lagi, meski mereka tetap berteman. Karena, semua tidak akan pernah sama lagi.

.

.

(yang telah berlalu)

Pemuda itu mengacuhkannya, untuk kesekian kalinya. Terkadang dirinya hanya menjadi sebongkah batu yang berada ditengah-tengah manusia. Tidak ada yang memperdulikannya, bahkan kekasihnya sendiri. Keadaan itu tetap sama, meski Ia telah perlahan menyelinap keluar dari sekumpulan manusia disana. Menghela nafas berat, Lyra menyadari bahwa Panca belum bisa membagi waktunya –untuk dirinya dan teman-temannya, karena itu Ia memutuskan untuk mundur. Meski Ia tahu, akan ada masa-masa berat yang menantinya. Masa-masa untuk menjadikan pemuda itu kenangan dalam hidupnya.


.

.

.

Ini bukanlah sebuah pilihan, melainkan sudah menjadi yang seharusnya.

Ini bukanlah suatu kesalahan, hanya suatu ketidaksiapan.

Itulah kenyataan.

 

{S.A}

 
Seindah apapun kebetulan, tetap saja namanya kebetulan, tidak akan ada unsur kesengajaan.

{S.A}


Kebetulan~

Lusa kemarin, aku menemukan dirinya menyukai warna yang sama denganku, coklat.

Kemarin, aku menemukan dirinya menyukai klub olahraga yang sama denganku, FC Barcelona.

Dan, hari ini aku juga menemukannya menyukai lagu yang sama denganku, Apologize-nya One Republic.

Aku mengetahuinya secara kebetulan. Dari setiap pakaian yang Ia pakai untuk kuliah, hingga saat gembiranya dia kemarin karena Barcelona memenangkan sebuah pertandingan. Dan hari ini, aku mengetahui lagu kesukaannya, karena dia mengatakan hal itu langsung pada temannya, serta selalu memainkan gitarnya untuk menyanyikan lagu itu.

Aku tersenyum. Inikah pertanda? Aku menyukainya. Entah mengapa dalam hatiku, aku semakin yakin, kalau dia menyukaiku juga. Bukankah seseorang yang menyukai seseorang, secara tidak sadar akan menyukai apa yang orang itu sukai juga? Aku tersenyum, aku yakin inilah pertandanya.

.

.

.

It's too late to apologize, it's too late
I said it's too late to apologize, it's too late
 

Lagu One Republic sedang mengalun dalam telingaku. Hari ini cuaca cukup mendung, membuat semua orang seakan enggan berada di luar ruangan. Lain halnya denganku, aku sedang berada di halte depan universitasku, menunggu bis yang biasa ku tumpangi datang. Sendirian dan itu membosankan.

Tak lama kemudian, bis yang ku maksud, datang. Langsung saja aku bergegas untuk menaikinya, hanya saja seseorang mengalihkan perhatianku. Dia. Orang yang secara kebetulan aku sukai, sedang berlari menuju ke arahku, mungkin lebih tepatnya untuk menaiki bus yang sama denganku.

Aku secara refleks langsung menaiki bus itu. Refleks untuk menghindari dia, lebih tepatnya. Ku rasakan jantung ku berpacu dengan cepat, lebih dari biasanya. Ku kira setelah aku duduk, aku bisa lebih tenang. Dan kurasa itu hanya dalam mimpiku, karena dia kini duduk disebelahku, satu-satunya tempat yang kosong di bis itu. Kebetulan sekali.

Sebelum dia duduk, dia tersenyum padaku. Aku juga membalasnya, namun hanya senyum kaku. Aku tidak bisa untuk mengendalikan diriku sendiri. Namun, aku tak menampik, ini adalah kebetulan yang indah kurasa.

Namun, bisakah aku mengharapkan bahwa ini bukan hanya kebetulan?

.

Tidak!

Jawabannya telah aku temukan, atas kejadian yang baru saja tak sengaja aku lihat. Karena, kini aku menemukannya sedang berdua dengan seorang gadis yang tak lain adalah mantan pacarnya. Dan, atas semua kebetulan yang ku alami, memang hanya kebetulan untukku, karena kesengajaan yang terjadi adalah dia untuk mantan kekasihnya.

 

Dia, menyukai warna coklat, dari 3 bulan lalu. Dan faktanya adalah 3 bulan lalu, adalah saat dia putus dengan mantan pacarnya.

Dia, menyukai FC Barcelona, dari 1 setengah tahun lalu. Faktanya adalah, itu sama saja dengan waktu mereka berpacaran hingga sudah putus saat ini. Faktanya juga, sebelum itu dia menyukai Real Madrid.

Dia, menyukai lagu Apologize-nya One Republic, kurasa karena memang dia seakan tak pernah bisa untuk memaafkan kesalahan mantan pacarnya. Namun kini faktanya, sekarang dia menyukai lagu Cinta tak Mungkin Berhenti-nya Tangga.

Seseorang tidak akan pernah diajarkan untuk selalu berhenti berharap,
Namun ada saatnya kita tahu,
Harapan kita tak semuanya bisa tercapai.

{S.A}

 
Mereka yang mencintai diam-diam kadang hanya takut bahwa semua akan berubah ketika mereka berbicara.  

(Hantu TimeLine @Viccent22)


~ALASAN

 

Tak sedikit yang menyukainya, namun banyak juga yang jengah akan sikapnya. Namun, bagaimana pun kabar miring yang didengarnya, Shana tetap menyukai Arya. Pemuda yang sudah 3 tahun, mencuri perhatiannya.

Jatuh bangun Shana menyukai Arya, dalam diam. Namun, apapun keadaanya, Shana hanya bisa mendapati dirinya tetap berharap untuk pemuda itu. Shana akan menemukan dirinya, menatap jendela kelasnya setiap pagi, hanya untuk melihat Arya melintas didepan kelasnya.

Bodoh, satu kata dari teman-teman dekatnya yang selalu dialamatkan kepadanya. Shana hanya tersenyum. Tegar sekaligus sedih untuk saat yang bersamaan. Tak menampik perkataan sahabatnya, karena itu memang kenyataan yang terjadi.

Shana sendiri selalu bertanya pada dirinya sendiri, apa inginnya yang sebenarnya? Apa tujuan Ia melakukan itu semua? Apa dasarnya Ia melakukan semua hal yang sia-sia? Jika karena cinta, maka benar Ia adalah gadis yang bodoh.

Bodoh, karena tak pernah ada kata-kata yang terucap dari Shana untuk menunjukkan bahwa Ia menyukai pemuda itu. Bodoh, karena menyia-nyiakan waktunya hanya untuk mencintai pemuda yang jelas-jelas tak menyadari perhatiannya. Bodoh, karena Ia selalu berharap untuk hal yang tak pasti.

Entahlah. Satu kata yang sering juga menjadi jawaban atas pertanyaan teman-temannya, menyangkut Arya. Karena memang Ia tak tahu pula apa alasan yang sebenar-benarnya untuk mencintai pemuda itu.

.

.

Shana berdiri didekat sebuah jendela kelasnya, seperti pagi-pagi sebelumnya. Jika melihat jam tangannya, Shana akan melihat pemuda itu melintas 5 menit lagi. Namun, tak disangka, ketika Shana menolehkan kepalanya lagi ke jendela, pemuda itu sudah melintas.

Helaan nafas Shana menandakan bahwa Ia kecewa melewatkan kesempatan itu. Namun, tak bertahan lama karena pemuda itu sudah berada didalam kelasnya. Shana hanya terdiam, pikirannya kosong dan perhatiannya hanya tertuju pada Arya.

Apa yang terjadi saat ini, tidak pernah ada dalam pikirannya.

“Makasih, Shan.” Sayup-sayup terdengar ucapan Arya ditelinga Shana, membuatnya harus mengerjapkan matanya beberapa kali, untuk memastikan kenyataan yang ada.

Benar, Arya kini telah dihadapannya. Berbicara padanya. Namun, apa maksud dari perkataannya?

Seolah mendengar suara dalam pikirannya, Arya melanjutkan, “atas perhatian lu sama gue, selama ini.” Arya tersenyum kecil, Shana masih dalam aksi diamnya. “Tapi, maaf. Mungkin gue bukan orang yang cocok buat lu. Dan akan ada orang lain yang bisa dapat perhatian lebih dari lu.”

Seakan ada sebuah batu besar yang menghantam kepalanya, Shana terbelalak kaget mendengar penuturan dari Arya. Jadi, selama ini –

“Gue tahu semua perhatian lu selama ini. Tapi maaf –”

“Tidak apa-apa. Aku minta maaf, kalau itu mengganggumu.” Shana tersenyum kecil, meski dalam hatinya entah apa yang Ia rasakan sebenarnya.

Arya menggaruk belakang kepalanya, tidak tahu apa yang harus dilakukannya.

“Baiklah, terima kasih untuk semuanya. Gue pergi dulu…” Arya mengangkat tangan kanannya dan berbalik.

Meninggalkan Shana dengan kebisuan dan senyum kakunya. Shana melirik ke arah jendela dan menemukan Arya jalan berdua bersama seorang gadis yang kemungkinan adalah pacar barunya.

Lagi-lagi Shana hanya tersenyum, meski kali ini ada cairan bening dipelupuk matanya.



Jika Ia tak benar-benar menemukan alasan mencintai pemuda itu, maka kali ini Ia menemukan alasan untuk berhenti mencintai dan mengharapkan pemuda itu.

 

 

 

Takkan pernah salah kita menyukai seseorang,

Hanya saja kita juga tak bisa memaksakan,

Untuk dia menyukai kita jua.

_(K)_

 
Cerpen oleh : Sinta Amelia